Kamis, 21 April 2011

Cinta yang Sejati [J. Krishnamurti]

cinta bukanlah seperti yg digembar-gemborkan orang ,,,
terutama di dalam agama-agama ...
cinta hanya ada bila pikiran lenyap ,,,
bila aku/diri lenyap ; ini tidak diajarkan dalam agama-agama samawi ...
bahkan hubungan cinta antara makhluk dan khalik /Tuhan pun diingkari ...

"Cinta adalah suatu keadaan batin, dan dalam keadaan itu, si 'aku', beserta segala identifikasinya, kegelisahannya, dan miliknya, tidak ada. Cinta tidak mungkin ada selama kegiatan diri, kegiatan si 'aku', entah sadar entah tidak, terus berlanjut. Itulah sebabnya mengapa penting untuk memahami proses diri, pusat pengenalan yang adalah si 'aku'."

"Memupuk hati bukanlah proses pikiran ... tetapi bila pikiran dipahami, maka muncullah cinta. ... Kata 'cinta' bukanlah cinta. Bila kita menggunakan kata itu dan mencoba memupuk cinta, itu sekadar proses pikiran. Cinta tidak bisa dipupuk, tetapi bila kita menyadari bahwa kata bukanlah yg dikatakan, maka pikiran tidak lagi mengganggu, dan hanya di situ mungkin tercipta peradaban baru harapan baru, dunia baru."

"Cinta bukanlah kesenangan; cinta bukanlah keinginan. Bila ada cinta, tidak ada gambaran apa pun."

"Untuk memahami apa cinta sejati itu, kita perlu memahami sikap, pikiran dan tindakan kita sekarang terhadap cinta. Jika Anda sungguh-sungguh merenungkannya, Anda akan melihat bahwa cinta kita berdasarkan pada sikap posesif, dan hukum-hukum dan etika kita didasarkan pada keinginan untuk menggenggam dan mengendalikan. Bagaimana mungkin ada cinta mendalam jika ada keinginan untuk memiliki, untuk menggenggam? Bila batin bebas dari sikap posesif, maka di situ ada keindahan itu, kebahagiaan cinta."

"Cinta bukanlah identifikasi; itu bukan pikiran tentang apa yg dicintai. Anda tidak berpikir tentang cinta bila cinta ada; Anda hanya berpikir tentang cinta bila cinta tidak ada, bila ada jarak antara Anda dan objek cinta Anda, Bila ada penyatuan (komuni) langsung, tidak ada pikiran, tidak ada gambaran, tidak ada penghidupan kembali ingatan; hanya jika penyatuan putus, pada tingkat apa pun, maka proses pikiran, proses imajinasi mulai."

"Bila kita mengidentifikasi diri kita dengan orang/sesuatu lain, apakah itu tanda cinta? Apakah identifikasi menyiratkan eksperimentasi? Bukankah identifikasi mengakhiri cinta dan eksperimen? Jelas identifikasi adalah pemilikan, pernyataan akan kepemilikan; dan kepemilikan mengingkari cinta, bukan? Memiliki berarti merasa aman; pemilikan adalah pertahanan, membuat diri kebal. Dalam identifikasi terdapat perlawanan, kasar atau halus; dan apakah cinta sejenis perlawanan untuk melindungi diri? Apakah ada cinta bila ada pertahanan?

Cinta adalah rentan, lentur, reseptif; ia adalah bentuk tertinggi dari kepekaan; sedangkan identifikasi menghasilkan ketidakpekaan. Identifikasi dan cinta tidak bisa berada bersama-sama, karena yang satu menghancurkan yang lain. Pada dasarnya identifikasi adalah adalah proses pikiran, yang dengan itu batin mengamankan dan memperluas dirinya; dan dalam proses menjadi sesuatu ia harus melawan dan bertahan, ia harus memiliki dan membuang. Dalam proses menjadi ini, batin atau diri menjadi lebih keras dan lebih mampu; tapi itu bukan cinta. Identifikasi memusnahkan kebebasan; dan hanya dalam kebebasan bisa muncul bentuk tertinggi dari kepekaan."

"Anda hanya bisa mengenal diri Anda bila Anda mencinta sepenuhnya. Lagi-lagi ini adalah seluruh proses kehidupan, bukan untuk dikumpulkan dalam beberapa saat dari beberapa kata saya. Anda tidak bisa menjadi diri sendiri bila cinta bergantung. Itu bukan cinta bila hanya sekadar pemuasan-diri, sekalipun mungkin saling memuaskan. Itu bukan cinta bila ada sikap mempertahankan; itu bukan cinta bila hanya merupakan cara mencapai tujuan, bila itu sekadar sensasi. Anda tidak bisa menjadi diri sendiri bila cinta diperintah oleh rasa takut; maka ia adalah rasa takut, bukan cinta, yang mengungkapkan diri dalam banyak cara, sekalipun Anda mungkin menutupinya dengan menamakannya cinta. Rasa takut tidak memungkinkan Anda menjadi diri sendiri. Intelek hanya menuntun ketakutan, mengendalikannya, tetapi tidak pernah melenyapkannya, oleh karena intelek adalah justru penyebab dari ketakutan itu sendiri."

"Yang penting adalah memandang pohon itu dengan latar belakang cahaya itu. Oleh karena, di dalam kebanyakan kehidupan kita sama sekali tidak ada keindahan. Kita tidak pernah memandang sebatang pohon. Kita tidak pernah sadar akan kekumuhan dan debu di jalanan. Dan. tanpa keindahan, tidak ada cinta. Anda tidak mungkin melihat matahari terbenam itu dan pohon yang menarik dengan latar belakang cahaya itu jika Anda tidak punya cinta. Dan cinta bukanlah kesenangan, cinta bukanlah keinginan. Cinta adalah tindakan melihat keindahan itu, cahaya yg luar biasa itu. Dan melihat itu berarti mencintainya; dan itulah cinta. Dan, tanpa itu, Anda tidak bisa berbuat apa-apa."

"Bila ada cinta, tidak ada kewajiban. Bila Anda mencintai istri Anda, Anda berbagi segala sesuatu dengannya --milik Anda, kesulitan Anda, kegelisahan Anda, sukacita Anda. Anda tidak mendominasi. Anda bukan laki-laki dan ia perempuan untuk dimanfaatkan dan dicampakkan, semacam mesin pembuat anak untuk meneruskan nama Anda. Bila ada cinta, kata 'kewajiban' lenyap."

"Cinta tidak bisa dipikirkan, cinta tidak bisa dipupuk, cinta tidak bisa dilatih. Melatih cinta, melatih persaudaraan, masih terletak di dalam lingkup pikiran; oleh karena itu, itu bukan cinta. Bila semua itu berakhir, maka muncullah cinta; maka Anda akan tahu apa artinya mencinta."

"Cinta bukan berasal dari pikiran, ia tidak berada di dalam jaring pikiran; ia tidak bisa dicari, dipupuk, diidam-idamkan. Ia ada bila pikiran hening dan hati kosong dari hal-hal yg berasal dari pikiran."

"Selama kita memiliki, kita tidak akan pernah mencinta. Kita mengenal cinta sebagai sensasi, bukan? Ketika kita berkata kita mencinta, kita tahu kecemburuan, kita tahu ketakutan, kita tahu kecemasan. Bila Anda berkata, Anda mencintai seseorang, semua itu tersirat: irihati, keinginan mempunyai, keinginan memiliki, mendominasi, takut kehilangan, dan sebagainya. Semua ini kita namakan cinta; dan kita tidak mengenal cinta tanpa ketakutan, tanpa irihati, tanpa kemilikan; kita sekadar omong saja tentang 'cinta tanpa ketakutan'; kita namakan cinta impersonal, cinta murni, cinta illahi, atau apa pun lagi; tetapi faktanya ialah kita cemburu, kita mendominasi, posesif."

"Cinta menyiratkan kebebasan besar -- bukan untuk melakukan apa yang Anda suka. Tetapi cinta hanya muncul bila batin sangat hening, tidak berminat, tidak berpusat pada diri sendiri. Ini bukan ideal-ideal baru. Jika Anda tidak memiliki cinta, apa pun yang Anda kerjakan --mengejar seluruh tuhan-tuhan di dunia, melakukan semua kegiatan sosial, mencoba mengentaskan orang miskin, berpolitik, menulis buku, menulis syair-- Anda manusia mati. Dan tanpa cinta masalah-masalah Anda akan meningkat, berlipat ganda tanpa akhir. Dan bersama cinta, apa pun yg Anda lakukan, tidak ada risiko, tidak ada konflik. Maka cinta adalah intisari kebajikan. Dan batin yg tidak berada dalam keadaan cinta bukanlah batin yang religius sama sekali. Dan hanya batin yang religius yang bebas dari masalah, yang mengenal keindahan cinta dan kebenaran."

"Tanpa cinta, tidak ada tindakan benar. Kita bicara tentang tindakan. Kita melakukan begitu banyak kegiatan sosial. Tetapi bila ada cinta di hati Anda, di mata Anda, dalam darah Anda, di wajah Anda, Anda manusia yang berbeda. Maka apa pun yang Anda lakukan memiliki keindahan, memiliki berkah, adalah tindakan benar."

"Seluruh hidup kita didasarkan pada sangat banyak alasan. Aku mencintaimu karena engkau memberiku sesuatu. Aku mencintaimu karena engkau menghiburku. Aku mencintaimu karena aku memenuhi hasrat seksualku, dsb dsb. Semua itu sebuah alasan, dan akibatnya adalah -- kata yang saya gunakan adalah 'cinta' yang bukan cinta, dan motif apa pun yang saya miliki adalah sebuah alasan. Maka saya bertanya kepada sahabat saya, mungkinkah hidup tanpa alasan? Tidak termasuk alasan apa pun, dalam arti alasan terorganisir atau di dalam diri saya, tidak memiliki alasan apa pun. Tahu bahwa jika ada alasan tentu ada pengakhiran, yang adalah waktu. Nah, kita akan menyelidiki bersama-sama, apakah ada kehidupan, kehidupan sehari-hari, dalam hubungan kita sehari-hari, dalam kegiatan kita sehari-hari --bukan sebuah kegiatan teoretis, melainkan aktual-- bisakah kita hidup tanpa suatu alasan? Selamilah hal itu, sahabatku, jangan memandang pada saya, alih-alih pandanglah itu, pandanglah pertanyaan itu lebih dulu.



Tahu bahwa jika saya berkata, aku mencintaimu karena sebagai balasannya engkau memberiku sesuatu, di dalam hubungan berdasarkan alasan itu selalu terdapat pengakhiran hubungan itu. Sehingga kita bertanya satu sama lain, adakah suatu kehidupan tanpa alasan? Lihatlah keindahannya, Pak; pertama-tama, lihatlah kedalamannya, lihatlah kekuatan pertanyaan itu, bukan sekadar kata-kata. Kita berkata, cinta tidak punya alasan -- itu jelas. Jika aku mencintaimu karena engkau memberikan sesuatu, itu barang dagangan, yang ada di pasar. Jadi, bisakah aku mencintaimu, bisakah ada cinta, tanpa keinginan apa pun, secara fisik, secara psikologis, di dalam, tiada apa pun dalam bentuk apa pun? Maka itulah cinta, yang tidak punya alasan; dan dengan demikian tidak terbatas. Pahamkah Anda? Seperti kecerdasan, yang tidak punya alasan, ia tanpa akhir, abadi; begitu pula welas asih. Nah, jika ada sifat itu dalam kehidupan kita, maka seluruh kegiatan berubah secara menyeluruh."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar